BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Masalah kesehatan gigi
dan mulut semakin kompleks seiring dengan perkembangan zaman. Epidemiologi
masalah kesehatan dan penyakit yang dipelajari dari beberapa populasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor biologis, herediter,
penyakit sistemik, lingkungan fisik dan sosial, serta perilaku individu. Salah
satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang memiliki prevalensi tinggi di
masyarakat adalah penyakit periodontal. Pada pertengahan tahun 1960-an,
berbagai metode untuk mencegah dan mengobati penyakit periodontal telah banyak
dilakukan. Hal ini dikarenakan banyaknya jumlah individu yang menderita
penyakit periodontal dari tingkat ringan sampai berat, banyaknya kasus penyakit
gingivitis yang berlanjut menjadi periodontitis dengan resiko terjadi
kehilangan jaringan pendukung gigi, serta kemungkinan individu usia 35-55 tahun
beresiko tinggi terkena periodontitis (Costa,2012).
Penyakit periodontal
merupakan penyakit dalam rongga mulut yang diderita oleh hampir semua manusia
di dunia dan mencapai angka 50% dari jumlah populasi orang dewasa (Newman
dkk.,2012). Penyakit periodontal adalah lesi rongga mulut yang menyebabkan
daerah penyangga gigi kehilangan struktur kolagennya, dan merupakan respon
terhadap akumulasi bakteri pada jaringan periodontal. Apabila penyakit
periodontal ini tidak dilakukan perawatan yang tepat, maka dapat menyebabkan
kehilangan gigi. Akumulasi bakteri plak pada permukaan gigi merupakan penyebab
utama terjadinya penyakit periodontal (Lumentut,2013). Menurut Newman dkk.
(2012), plak mengandung lebih dari 500 spesies bakteri. Oleh karena itu,
penyakit periodontal menjadi penyakit yang sulit dicegah dan dirawat (Gehrig
dan Willmann,2011).
Penyakit periodontal merupakan penyakit
inflamasi yang mengenai jaringan pendukung gigi disebabkan oleh aktifitas
bakteri dan akumulasi plak. Penyakit periodontal dibagi menjadi dua ketegori
yaitu gingivitis dan periodontitis (Nisa, 2011). Prevalensi gingivitis di
Indonesia menduduki peringkat kedua yang menunjukkan angka 96,58% dan di Jawa Tengah sebesar 25,8% (RISKESDAS,
2013). Gingivitis adalah tahap awal dari
perkembangan penyakit periodontal yang banyak dijumpai pada berbagai usia, terjadinya
inflamasi meliputi jaringan gingiva disekitar gigi sebagai respon terhadap
bakteri dan plak yang akan berlanjut menjadi poket periodontal (Siyam dkk.,
2015). Tanda klinis gingivitis yaitu gingiva berwarna merah, bengkak dan mudah
berdarah (Carranza, 2012).
Hasil survey data yang
didapatkan oleh penulis di Puskesmas Woha Kabutan Bima Provinsi Nusa Tenggara
Barat, penyakit yang paling banyak adalah penyakit jaringan periodontal, yang
dimana pada bulan Juli 2019 terdapat 280 orang dan pada bulan Agustus 2019
terdapat 201 orang yang mengalami penyakit jaringan periodontal.
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar
belakang di atas maka dirumuskan masalah yaitu penanganan atau pencegahan
terjadinya penyakit periodontal.
C.
TUJUAN
Untuk meningkatkan
pengetahuan dan pencagahan terhadap terjadinya penyakit periodontal.
D.
MANFAAT KEGIATAN
1.
Manfaat bagi
sasaran
Manfaat bagi sasaran itu sendiri yaitu untuk
mencegah agar tidak terjadinya penyakit periodontal.
2.
Manfaat bagi
instansi kesehatan (Puskesmas)
Manfaat
bagi instansi yaitu tertanganinya suatu masalah yang terdapat di wilayah kerja
dari puskesmas yang merupakan tujuan dari upaya peningkatan kesehatan gigi dan
mulut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Penyakit Periodontal
Penyakit periodontal
merupakan penyakit yang mengenai jaringan periodontal seperti gingiva,
sementum, ligamen periodontal, serta tulang alveolar. Epidemiologi penyakit
periodontal menunjukkan bahwa prevalensi dan keparahan penyakit periodontal
dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, faktor lokal rongga mulut dan faktor
sistemik. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa keparahan penyakit
periodontal sejalan dengan bertambahnya umur.
B.
Gingivitis
Gingivitis adalah
inflamasi pada gingival tanpa adanya kerusakan perlekatan epitel sebagai dasar
sulkus, sehingga epitel tetap melekat pada permukaan gigi di tempat aslinya.
Gambaran klinis gingivitis umumnya berupa jaringan gingiva berwarna merah dan
lunak, mudah berdarah pada sentuhan ringan, ada perbedaan kontur gingiva, ada
plak bahkan kalkulus, tanpa adanya kerusakan puncak alveolar yang dapat
diketahui secara radiografis. Gingivitis disebabkan oleh faktor lokal dan
sistemik.
Faktor lokal adalah
plak bakteri gigi, yang menyebabkan terjadinya gingivitis kronis sedangkan
faktor sistemik adalah gingivitis yang disebakan oleh karena peyakit sistemik.
Gingivitis merupakan tahapan awal terjadinya suatu peradangan jaringan
pendukung gigi (periodontitis) dan terjadi karena efek jangka panjang dari penumpukan plak. Gingivitis kronis
merupakan suatu kondisi yang umum. Jika di obati, maka prognosis gingivitis
adalah baik, namun jika tidak di obati maka gingivitis dapat berlanjut menjadi
periodontitis. Gingivitis kronis merupakan suatu penyakit gusi yang timbul
secara perlahan-lahan dalam waktu yang lama. Penderita gingivitis jarang
merasakan nyeri atau sakit sehingga hal ini menjadi alasan utama gingivitis
kronis kurang mendapat perhatian. Rasa sakit merupakan salah satu symptom yang
membedakan antara gingivitis kronis dengan gingivitis akut.
C.
Periodontitis
Periodontitis adalah
keradangan yang mengenai jaringan pendukung gigi, disebabkan oleh mikroorganisme
spesifik dapat menyebabkan kerusakan yang progresif pada ligament periodontal,
tulang alveolar disertai pembentukan poket, resesi atau keduanya. Periodontitis
berdasarkan gejala klinis gambaran radiografis diklasifikasikan menjadi
periodontitis kronis dan periodontitis agresif. Periodontitis kronis merupakan
penyakit yang secara progresif berjalan lambat. Penyakit ini disebabkan oleh
faktor lokal dan sistemik. Walaupun periodontitis kronis merupakan penyakit
yang paling sering diamati pada orang dewasa, periodontitis kronis dapat
terjadi pada anak-anak dan remaja sebagai respon terhadap akumulasi plak dan
kalkulus secara kronis.
Periodontitis agresif
dikenal juga sebagai early-onset periodontitis. Periodontitis agresif
diklasifikasikan sebagai periodontitis agresif lokal dan periodontitis agresif
generalis. Periodontitis agresif biasanya mempengaruhi individu sehat yang
berusia di bawah 30 tahun. Periodontitis agresif berbeda dari periodontitis
kronis pada usia serangan, kecepatan progresi penyakit, sifat, dan komposisi
mikroflora subgingiva yang menyertai, perubahan dalam respon imun host, serta
agregasi familial penderita.
D.
Perbedaan Antara Gingivitis Dan Periodontitis
Gingivitis biasanya mendahului
periodontitis. Bagaimanapun, penting untuk mengetahui bahwa tidak semua
gingivitis berlanjut ke periodontitis. Pada keadaan awal dari gingivitis,
bakteri-bakteri dalam plaque terbentuk,
menyebabkan gusi-gusi meradang (merah dan bengkak) dan seringkali dengan mudah
berdarah sewaktu menyikat gigi. Meskipun gusi-gusi mungkin teriritasi,
gigi-gigi masih dengan kuat tertanam dalam rongga-rongga mereka. Tidak ada
kerusakan tulang atau jaringan lain yang tidak dapat dikembalikan telah terjadi
pada stadium ini.
Jika gingivitis dibiarkan tidak dirawat, ia dapat berlanjut ke periodontitis. Pada orang dengan periodontitis, lapisan bagian dalam dari gusi dan tulang menjauh dari gigi-gigi dan membentuk kantong-kantong (pockets). Ruang-ruang kecil ini antara gigi-gigi dan gusi-gusi mengumpulkan puing-puing (kotoran) dan dapat menjadi terinfeksi. Sistem imun tubuh melawan bakteri-bakteri ketika plaque menyebar dan tumbuh di bawah garis gusi.
Racun-racun – yang dihasilkan oleh bakteri-bakteri dalam plaque serta enzim-enzim tubuh yang “baik” yang terlibat dalam memerangi infeksi-infeksi – mulai mengurai tulang dan jaringan penghubung yang memegang gigi-gigi pada tempatnya. Ketika penyakitnya berlanjut, kantong-kantong (pockets) mendalam dan lebih banyak jaringan gusi dan tulang yang dirusak. Ketika ini terjadi, gigi-gigi tidak lagi tertanam pada tempatnya, mereka menjadi lebih kendur, dan kehilangan gigi terjadi. Penyakit gusi, nyatanya, adalah penyebab utama yang memimpin terjadinya kehilangan gigi pada kaum dewasa.
Jika gingivitis dibiarkan tidak dirawat, ia dapat berlanjut ke periodontitis. Pada orang dengan periodontitis, lapisan bagian dalam dari gusi dan tulang menjauh dari gigi-gigi dan membentuk kantong-kantong (pockets). Ruang-ruang kecil ini antara gigi-gigi dan gusi-gusi mengumpulkan puing-puing (kotoran) dan dapat menjadi terinfeksi. Sistem imun tubuh melawan bakteri-bakteri ketika plaque menyebar dan tumbuh di bawah garis gusi.
Racun-racun – yang dihasilkan oleh bakteri-bakteri dalam plaque serta enzim-enzim tubuh yang “baik” yang terlibat dalam memerangi infeksi-infeksi – mulai mengurai tulang dan jaringan penghubung yang memegang gigi-gigi pada tempatnya. Ketika penyakitnya berlanjut, kantong-kantong (pockets) mendalam dan lebih banyak jaringan gusi dan tulang yang dirusak. Ketika ini terjadi, gigi-gigi tidak lagi tertanam pada tempatnya, mereka menjadi lebih kendur, dan kehilangan gigi terjadi. Penyakit gusi, nyatanya, adalah penyebab utama yang memimpin terjadinya kehilangan gigi pada kaum dewasa.
E.
Faktor Penyebab
Penyebab penyakit
periodontal multifaktoral dengan kesetaraan dan keterkaitan erat antara faktor
lokal, pekerjaan lingkungan, merokok, jenis kelamin, stress dan psikososial.
Selain itu tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang rendah dapat
mengakibatkan kurangnya kesadaran akan pentingnya kebersihan rongga mulut,
sehingga hal ini menjadi kendala dalam usaha peningkatan kesehatan gigi dan
mulut.
1.
Faktor Utama
a.
Plak
Plak gigi merupakan deposit lunak yang melekat erat
pada permukaan gigi, terdiri atas mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu
matrik interseluler jika seseorang melalaikan kebersihan gigi dan mulutnya.
Faktor lokal yang sering disebut sebagai faktor
etiologi dalam penyakit periodontal, antara lain adalah bakteri dalam plak,
kalkulus, materi alba, dan debris makanan. Di antara faktor-faktor tersebut
yang terpenting adalah plak gigi. Semua faktor lokal tersebut diakibatkan
karena kurangnya memelihara kebersihan gigi dan mulut.
Loe dkk (1965) mengadakan penelitian mengenai proses
terjadinya gingivitis pada pasien-pasien dengan gingiva sehat. Mereka meminta
para pasien ini mengabaikan kebersihan gigi dan mulut dan menelti perubahan perubahan
yang terjadi pada mikroflora plak. Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan
yang erat antara plak dan gingivitis. Gejalak klinis gingivitis mulai terlihat
10-21 hari setelah prosedur pembersihan mulut dihentikan.
Secara klinis juga terbukti bahwa mulut yang
berpenyakit periodontal selalu memperlihatkan adanya penimbunan plak yang jauh
lebih banyak dari mulut yang sehat. Dengan penelitian kuantitatif ditunjukkan
bahwa jumlah plak dalam kalkulus di dalam mulut yang berpenyakit periodontal
adalah kurang dari 10 kali lebih banyak daripada di dalam mulut yang sehat.
b.
Kalkulus
Kalkulus merupakan suatu massa yang mengalami
kalsifikasi yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi. Kalkulus
merupakan plak terkalsifikasi. Jenis kalkulus di klasifikasikan sebagai
supragingiva dan subgingiva berdasarkan relasinya dengan gingival margin.13
Kalkulus supragingiva ialah kalkulus yang melekat pada permukaan mahkota gigi
mulai dari puncak gingival margin dan dapat dilihat. Kalkulus ini berwarna
putih kekuning-kuningan atau bahkan kecoklat-coklatan. Konsistensi kalkulus ini
seperti batu tanah liat dan mudah dilepaskan dari permukaan gigi dengan skeler.
Pembentukan kalkulus tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah plak di dalam
mulut,tetapi juga dipengaruhi oleh saliva. Saliva dari kelenjar saliva mengalir
melalui permukaan fasial molar atas melalui ductus Stensen sedangakn orifisium
ductus Wharton’s dan ductus Bhartolin kosong pada permukaan lingual insisivus
bawah dari masing-masing kelenjar submaxillary dan sublingual.
Kalkulus subgingival adalah kalkulus yang berada
dibawah batas gingival margin, biasanya pada daerah saku gusi dan tidak dapat
terlihat pada waktu pemeriksaan. Untuk menentukan lokasi dan perluasannya harus
dilakukan probing dengan eksplorer, biasanya padat dan keras, warnanya coklat
tua atau hijau kehitam-hitaman, konsistensinya seperti kepala korek api dan
melekat erat ke permukaan gigi.
c.
Genetik
Penyakit gusi juga bisa dipicu
karena faktor keturunan. Bila kakek, nenek, orangtua, dan saudara kandung Anda
mengalami kondisi ini, Anda berisiko tinggi mengalaminya juga.
d. Usia
Seiring
dengan pertambahan usia, gigi geligi menjadi memanjang hal ini menunjukkan
bahwa usia dipastikan berhubungan dengan hilangnya perlekatan pada jaringan
ikat. Namun, penelitian ini juga menunjukkan bahwa pada gigi geligi yang
memanjang sangat berpotensi mengalami kerusakan. Kerusakan ini meliputi
periodontitis, trauma mekanik yang kronis yang disebabkan cara menyikat gigi,
dan kerusakan dari faktor iatrogenik
yang disebabkan oleh restorasi yang kurang baik atau perawatan scalling and
root planing yang berulang-ulang.
2.
Faktor
Predisposisi
a.
Kebiasaan
Salah satu penyebab penyakit periodontal yang
berkaitan dengan kebiasaan ialah merokok.
Peningkatan prevalensi dengan kerusakan jaringan periodontal berhubungan
dengan kebiasaan merokok dimana terjadi interaksi bakteri yang menghasilkan kerusakan
jaringan periodontal yang lebih agresif. Ketidakseimbangan antara bakteri
dengan respon jaringan periodontal bisa
disebabkan karena perubahan komposisi plak subgingiva yang disertai dengan
peningkatan jumlah dan virulensi dari organisme pathogen.
b.
Faktor
Iatrogenik
Faktor iatrogenik dari penumpatan atau protesa terutama adalah berupa lokasi
tepi tambalan, spasi antara tepi tambalan dan gigi yang tidak dipresparasi,
kontur tambalan, oklusi, materi tambalan, prosedur penambalan, desain protesa
lepasan. Tepi tambalan yang overhang menyebabkan keseimbangan ekologi bakteri
berubah dan menghambat jalan atau pencapaian pembuangan akumulasi plak. Lokasi
tepi tambalan terhadap tepi gingiva serta kekasaran di area subgingival,
mahkota dan tambalan yang terlalu cembung, kontur permukaan oklusal seperti
ridge dan groove yang tidak baik menyebabkan plak mudah terbentuk dan tertahan,
atau bolus makanan terarah langsung ke proksimal sehingga sebagai contoh
terjadi impaksi makanan.
F.
Patomekanisme Terjadinya Penyakit Periodontal
1.
Patomekanisme
Terjadinya Gingivitis
Karena plak berakumulasi dalam jumlah sangat besar
di regio interdental yang terlindungi, inflamasi gingiva cenderung dimulai pada
daerah papilla interdental dan menyebar dari daerah ke sekitar leher gigi.
Histopatologi dari gingivitis kronis dijabarkan
dalam beberapa tahapan: lesi awal timbul 2-4 hari diikuti gingivitis tahap
awal, dalam waktu 2-3 minggu akan menjadi gingivitis yang cukup parah.
a.
Lesi Awal
Perubahan terlihat pertama kali di sekitar pembuluh
darah gingiva yang kecil disebelah apikal dari epitelium jungtional. Pembuluh
ini mulai bocor dan kolagen perivaskular mulai menghilang, digantikan dengan
beberapa sel inflamasi, sel plasma dan lmfosit T cairan jaringan dan protein
serum.
b.
Gingivitis Tahap
Awal
Bila deposit plak masih tetap ada, perubahan
inflamasi tahap awal akan berlanjut disertai dengan meningkatnya aliran cairan
gingiva dan migrasi Polymorphonuclear Neutrophils (PMN). Perubahan yang terjadi
baik pada epithelium jungsional maaupun pada epitelium krevikular merupakan
tanda dari pemisahan sel dan beberapa proliferas dari sel basal.
c.
Gingivitis Tahap
Lanjut
Dalam waktu 2-3 minggu, akan terbentuk gingivitis
yang lebih parah. Perubahan mikroskopik terlihat terus berlanjut, pada tahap
ini sel-sel plasma terlihat mendominasi. Limfosit masih tetap ada dan jumlah
makrofag meningkat. Pada tahap ini sel mast juga dapat ditemukan. Gingiva
sekarang berwarna merah, bengkak, dan mudah berdarah.
2.
Patomekanisme
Terjadinya Periodontitis
Proses utama yang menyebakan hilangnya
perlekatan dan pembentukan poket:
a.
Plak subgingiva
yang meluas ke arah apikal yang menyebabkan junctional epithelium terpisah dari
permukaan gigi.
b.
Respon jaringan
inflamasi epithelium poket berakibat pada destruksi dari jaringan ikat gingiva,
membran periodontal dan tulang alveolar.
c.
Proliferasi di
apikal dari junctional epithelium menyebabkan migrasi dari perlekatan
epithelium.
d.
Tingkat
kerusakan jaringan tidak bersifat konstan, tetapi episodic, sejumlah tipe
penyakit dapat terjadi, mulai dari kerusakan slowly progressive hingga
aktivitas episodic yang berkembang cepat.
G.
Gejala
1. Gusi mudah berdarah ketika Anda
menyikat gigi atau mengunyah makanan bertekstur keras.
3. Gusi yang
terasa nyeri dan lunak saat diraba dengan lidah atau jari.
4. Gusi
menyusut sehingga membuat gigi terlihat lebih panjang dari biasanya.
5. Terdapat
celah di antara gigi.
6. Keluar
nanah di antara gigi dan gusi; menyebabkan bau mulut dan sensasi tidak
sedap dalam mulut.
7. Bau mulut
yang persisten.
8. Gusi dan
gigi terasa sakit ketika mengunyah atau menggigit makanan.
9. Gigi
tanggal atau copot.
H.
Diagnosis
Diagnosis
periodontitis dapat ditetapkan setelah melalui pemeriksaan gigi, termasuk
memeriksa adanya perdarahan akibat plak, serta mengukur kedalaman celah antara
gusi dengan gigi yang melebihi 4 mm. Sedangkan untuk mengetahui tingkat
kerusakan tulang akibat periodontitis, dokter akan menggunakan pemeriksaan foto
Rontgen panoramik.
I.
Pencegahan
1. Rajin
menggosok gigi
Supaya penyakit gusi yang Anda alami tidak terlanjur bertambah
parah, penting bagi Anda untuk menerapkan kebiasaan menyikat gigi dua kali
sehari setelah makan. Pastikan bulu sikat yang Anda gunakan lembut dan punya
bagian kepala yang tidak terlalu besar. Dengan begitu, sikat dapat menjangkau
hingga ke bagian dalam gigi. Pertimbangkan untuk menggunakan sikat gigi
elektrik karena dinilai lebih efektif mengangkat plak dan karang gigi. Bila
ingin memakai sikat gigi manual, pastikan juga teknik menyikat gigi Anda sudah benar. Sikatlah gigi Anda dengan gerakan
melingkar dari atas ke bawah selama 20 detik pada setiap bagian gigi.
2. Flossing Gigi
Selain menyikat gigi, Anda juga
harus rajin flossing. Flossing adalah teknik membersihkan gigi
menggunakan benang. American Dentist Association mengungkapkan
bahwa benang gigi dirancang untuk membersihkan celah antar gigi yang susah
dijangkau dengan bulu sikat gigi. Namun, hati-hati ketika membersihkan gigi dengan benang. Gesekkan
benang secara perlahan dan pastikan benang tidak mengenai gusi. Gesekan atau
tarikan benang yang terlalu kencang akan membuat gusi rentan terluka dan
berdarah.
3.
Rajin periksa ke dokter gigi
Bila plak sudah berubah menjadi
karang gigi, maka rajin sikat gigi saja tidak akan cukup untuk membersihkannya.
Anda butuh membersihkan gigi dengan prosedur khusus di dokter gigi. Maka dari
itu, setiap orang dewasa pada dasarnya dianjurkan untuk rajin periksa gigi 6
bulan sekali ke dokter gigi. Anak-anak juga demikian. Mereka perlu
dikenalkan pentingnya periksa rutin ke dokter gigi sejak dini. Pemantauan
secara berkala dapat memudahkan dokter untuk merawat dan mengobati bila
sewaktu-waktu Anda mengalami masalah. Check up rutin juga
sekaligus efektif untuk mencegah timbulnya berbagai masalah gigi dan mulut lain
di kemudian hari.
J.
Pengobatan
1.
Perawatan Non
Bedah
a.
Scalling
Scaling merupakan tindakan untuk menghilangkan kalkulus dan
bakteri dari permukaan gigi dan di bawah gusi. Hal tersebut dapat dilakukan
oleh dokter gigi dengan menggunakan instrumen atau perangkat ultrasonik.
b.
Root Planing
Root planing merupakan tindakan menghaluskan permukaan akar,
dan mengecilkan penumpukan kalkulus lebih lanjut.
c. Antibiotik
Dokter gigi atau dokter gigi spesialis periodonsia mungkin
akan meresepkan penggunaan antibiotik topikal atau oral untuk membantu
pengendalian infeksi bakteri. Antibiotik topikal umumnya menjadi pengobatan
pilihan. Mereka dapat mencakup larutan kumur antibiotik atau penyisipan benang
dan gel yang mengandung antibiotik dalam kantong di antara gigi dan gusi.
Namun, antibiotik oral mungkin diperlukan untuk sepenuhnya menghilangkan
bakteri penyebab infeksi.
2. Perawatan
Bedah
Jika
pasien memiliki periodontitis yang mungkin tidak merespon atau tidak membaik
dengan perawatan non bedah dan kebersihan mulut yang baik. Pada kasus ini,
pengobatan periodontitis mungkin memerlukan operasi gigi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan
bahwa Prevalensi gingivitis
di Indonesia menduduki peringkat kedua yang menunjukkan angka 96,58% dan di Jawa Tengah sebesar 25,8% (RISKESDAS,
2013), dan data yang di dapatkan oleh penulis pada Puskesmas Woha Kabupaten
Bima Provinsi NTB penyakit yang paling banyak adalah penyakit jaringan
periodontal, yang dimana pada bulan Juli 2019 terdapat 280 orang dan pada bulan
Agustus 2019 terdapat 201 orang yang mengalami penyakit jaringan periodontal.
Penyakit periodontal
merupakan penyakit yang mengenai jaringan periodontal seperti gingiva,
sementum, ligamen periodontal, serta tulang alveolar. Epidemiologi penyakit
periodontal menunjukkan bahwa prevalensi dan keparahan penyakit periodontal
dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, faktor lokal rongga mulut dan faktor
sistemik. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa keparahan penyakit
periodontal sejalan dengan bertambahnya umur.
B. Saran
Diharapkan kepada masyarakat dapat mencaga kesehatan
gigi dan mulutnya dengan baik agar tidak terjadinya penyakit pada jaringan
periodontal.
DAFTAR
PUSTAKA
Periodontitis - Symptoms and causes. (2019). Mayo
Clinic. Retrieved 25 June 2019, from https://www.mayoclinic.org/diseases
conditions/periodontitis/symptoms-causes/syc-20354473
Newman
MG, Takei HH, Carranza FA. Carrenza’s Clinical Periodontology 10th ed.
Philadelphia : W.B Saunders Company ; 2008, p. 170-2, 174-7
Tidak ada komentar